Sabtu, 01 Januari 2011

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pengertian

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut.

  • Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan
  • Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
  • Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.


Manfaat perdagangan internasional

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.

Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan IPTEK dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

Sebagai contoh :

Amerika Serikat dan Jepang mempunyai kemampuan untuk memproduksi kain. Akan tetapi, Jepang dapat memproduksi dengan lebih efesien dari Amerika Serikat. Dalam keadaan seperti ini, untuk mempertinggi keefisienan penggunaan faktor-faktor produksi, Amerika Serikat perlu mengurangi produksi kainnya dan mengimpor barang tersebut dari Jepang.

Dengan mengadakan spesialisasi dan perdagangan, setiap negara dapat memperoleh keuntungan sebagai berikut

  • Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efesien.
  • Setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi dalam negeri.

Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih moderen.

Faktor pendorong Perdagangan Internasional

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :

  • Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
  • Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
  • Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
  • Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
  • Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
  • Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
  • Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
  • Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERDAGANGAN

Menurut Prof.T.Tarmidi ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan

1. Tidak bisa produksi sendiri

2. Gains from Trade

3. Perbedaan biaya produksi / Efisiensi

4. Vent for Surplus (kelebihan barang yang diproduksi dalam negeri

5. Perbedaan dalam penguasaan teknologi

6. Kebutuhan dalam negeri kurang

7. Ketergantungan Politik

8. Adanya perusahaan multinasional (Multi -Sourci ng)

9. Differensiasi Produk (barang yg sama diberi kesan berbeda,intraindustri trade)

kesimpulan:

�� Perdagangan Internasional yang pada masa awalnya disebabkan karena sebab alamiah

karena desakan kebutuhan akan hal-hal mendasar yang tidak bisa dipenuhi sendiri dalam

perkembangannya berubah menjadi mencari manfaat dari perdagangan yang bisa

didapatkan seperti motif mencari keuntungan, memperoleh teknologi baru serta menjadi

kekuatan tersendiri dalam politik internasional.

�� Dari perkembangan perdagangan internasional dari berbagai masa diatas yang berinisiatif

dengan bersandar pada toeri-teori perdagangan adalah negara-negara maju dari Eropa

Barat dan konsekuensinya yang diuntungkan adalah negara-negara Eropa tersebut.

�� Negara dunia ketiga atau berkembang sangat lamban dalam merespon dan ikut bermain

dalam perdagangan internasional pada masa awal-awal perkembangan perdagangan

internasional.Negara-negara ini hanya dijadikan sebagai sumber bahan baku dan tenaga

kerja bukan sebagai mitra dagang yang konsekuensinya negaranegara ini pun sampai saat

inirelatiftetap miskin.

�� Adanya perkembangan perdagangan internasional yang memberikan banyak kesempatan

terutama di era Globalisasi ini akhirnya juga bisa memunculkan kekuatan ekonomi baru

yang berasal dari negara ketiga/berkembang yang dikenal sebagai Asian New Industrial

Countries seperti Korea Selatan, Singapura dan Taiwan.

�� Jadi di Era global dengan jika kita memiliki kekuatan sumberdaya manusia dan kemauan

untuk maju dan tidak menutup diri dari dunia luar maka kemiskinan yang identik dengan

dunia ketiga atau berkembang bisa dihilangkan. Ini bukan mimpi karena kita bisa melihat

bukti langsung dari perkembangan ini yang semuanya berasal dari perdagangan

internasonal yang terbuka pada New Industrial Countries yang tebukti maju dan kuat.

Otoritas Jasa keuangan

BAB 1

Pendahuluan

Pengertian

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.

Fungsi OJK adalah

  1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
  2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
  3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
  4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru

Tujuan dalam pembentukan OJK:

  1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
  2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
  3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi

Menurut para pakar:

  1. Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
  2. Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
  3. Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.
  4. Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.


BAB 2

Pembahasan

Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang
menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

· Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang bertugas mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan yang pada masa – masa sekarang ini sangat rawan dan beresiko tinggi.

· Harus di bangun dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang efektif antar lembaga yang terkait.

· Diharapkannya dalam pembentukan OJK bisa menghindari jalan buntu dari undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR


Daftar Pustaka

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/peran_otoritas_muslimin_anwar_070409.htm

http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/06/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-dan-bi/

http://www.bataviase.co.id/node/288293

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/otoritas-jasa-keuangan-diperlukan-bagi-pengawasan-sektor-keuangan/

Perkembangan koperasi di Indonesia

Menurut pendapat saya perkembangan koperasi di Indonesia yaitu Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed 1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan pinjam. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko koperasi. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.

Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan Kongres di samping halhal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International dan pada tahun 1958 diterbitkannya Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang berupa Tambahan Lembar
Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober
1958. Isinya lebih baik dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan
peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang
yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia
sendiri dalam suasana kemerdekaan.

Berdasarkan data dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2000 jumlah koperasi sebanyak 103.077 unit, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 155.301 unit atau meningkat 50,67%.

Pertumbuhan koperasi yang signifikan diatas, juga diikuti dengan banyaknya koperasi yang sudah tidak aktif, data koperasi tidak aktif per tahun dapat digambarkan:

Pada tahun 2000 koperasi tidak aktif mencapai 13,72% dari total koperasi atau 14.147 unit.

Pada tahun 2001 koperasi tidak aktif 18,97% atau 21.010 unit.

Pada tahun 2002 meningkat lagi kopearasi tidak aktif menjadi 21,08% atau 24.857 unit

Pada tahun 2003 meningkat terus menjadi 23,85% atau 29.381 unit.

Pada tahun 2004 meningkat menjadi 28,55% atau 37.328 unit dari 130.730 unit.

Pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi 29,99% atau 40.145 unit.

Pada tahun 2006 menjadi 30,48% atau 42.382 unit.

Pada tahun 2007 meningkat terus menjadi 43,83% atau 44.048 unit terhadap total koperasi.

Pada tahun 2008 koperasi tidak aktif mampu bertahan pada angka 29,84% atau 46.335 unit. Secara rata-rata pertumbuhan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia selama delapan tahun terakhir mencapai 19,19%.


Terima Kasih Atas Datanya:

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/perkembangan-koperasi-di-indonesia-6/

http://utiedhamay.blogspot.com/2010/10/perkembangan-koperasi-di-indonesia-dan.html

http://www.smecda.com/kajian/files/hslkajian/sejarah_perkemb_kop.pdf

http://zahara-17.blogspot.com/2009/10/perkembangan-koperasi-di-indonesia.html