kode etik
profesi merupakan suatu
tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang
memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata
cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan
kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional
Kasus Todung Mulya Lubis
Pada
2002, Todung merupakan anggota Tim Bantuan Hukum (TBH) Pemerintah Indonesia cq
menteri keuangan cq Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan legal
audit terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group Companies (SGC).
Setelah SGC dijual, pada 2006 pemilik baru (Gunawan Yusuf) ternyata beperkara
melawan keluarga Salim dan Pemerintah Indonesia di Pengadilan Negeri Kotabumi
dan Gunung Sugih, Lampung. Dalam perkara itu, Todung bertindak sebagai kuasa
hukum keluarga Salim. Atas hal ini, majelis menilai Todung berbenturan dengan
keluarga Salim. ”Bertolak dari fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa Teradu
I sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group Companies yang
dulunya termasuk perusahaan Salim Group,” ujar Jack.
Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris Hutapea yang juga pengacara
senior pada Maret lalu. Dalam laporannya, Hotman yang banyak membela kalangan selebriti
itu menuduh Todung menjadi kuasa hukum dua pihak yang saling berseberangan.
Selain personal, firma Lubis, Santosa, and Maulana juga diperkarakan Hotman.
Namun, aduan itu ditepis majelis.
Perseteruan Hotman dengan Todung sudah berlangsung panjang. Hotman adalah lawan
Todung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, dan
PN Kota Bumi, Lampung Utara. ”Meski dalam dokumen TBH dinyatakan bahwa keluarga
Salim atau Salim Group melanggar MSAA, dalam persidangan teradu I justru menyatakan
bahwa keluarga Salim/Salim Group tidak melanggar MSAA,” lanjut pengacara paro
baya itu.1
Jadi dapat disimpulkan posisi Todung dalam perkara Salim versus Sugar Group
Companies milik Gunawan Yusuf berihwal dari jual-beli aset yang dikelola
BPPN.
Yang Semula, pada 2002, Todung menjadi kuasa hukum pemerintah untuk melakukan
audit terhadap keluarga Salim di antaranya perusahaan Sugar Group Company.
Belakangan, pada tahun 2006, yang bersangkutan menjadi kuasa hukum keluarga
Salim dalam perkara buntut penjualan aset itu.
B. Kualifikasi pelanggaran kode etik profesi
Melihat
kronologis dari alur cerita yang telah di paparkan diatas secara singkat dapat
disimpulkan termasuk dalam pelanggarang dalam kasus profesi advokad, advokad
adalah ”orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi syarat menurut undang-undang” . Dr. Todung Mulya
lubis, SH,LL.M. sebenarnya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai advokad
harus pemberi jasa hukum harus bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan; suatu hal yang telah dilakukan oleh Todung
merupakan pelanggaran dalam kode etik advokat, dalam pasal 6 UU No 18 tahun
2003 menjelaskan : Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a.
Mengabaikan atau menelantarkan
kepentingan kliennya;
b.
Berbuat atau bertingkah laku yang
tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c.
bersikap, bertingkah laku, bertutur
kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap
hukum, peraturan perundang- undangan, atau pengadilan;
d.
Berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
e.
Melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela;
f.
Melanggar sumpah/janji Advokat
dan/atau kode etik profesi Advokat.
Dalam KEAI (Kode Etik Advokad Indonesia) Pasal 3 Menjelaskan :
a.
Advokat dapat menolak untuk memberi
nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau
bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya
dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan
alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin,
keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
b.
Advokat dalam melakukan tugasnya
tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih
mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c.
Advokat dalam menjalankan profesinya
adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib
memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.
d.
Advokat wajib memelihara rasa
solidaritas diantara teman sejawat.
e.
Advokat wajib memberikan bantuan dan
pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu
perkara pidana atas permintaannya atau karena enunjukan organisasi profesi.
f.
Advokat tidak dibenarkan untuk
melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat
Advokat.
g.
Advokat harus senantiasa menjunjung
tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
h.
Advokat dalam menjalankan profesinya
harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan
martabat advokat.
i.
Seorang Advokat yang kemudian
diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif dan
judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak
diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh
kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia
menduduki jabatan tersebut.
Dalam pasal 4 KEAI menjelaskan juga
:
a.
Advokat dalam perkara-perkara
perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b.
Advokat tidak dibenarkan memberikan
keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c.
Advokat tidak dibenarkan menjamin
kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
d.
Dalam menentukan besarnya honorarium
Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e.
Advokat tidak dibenarkan membebani
klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f.
Advokat dalam mengurus perkara
cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk
mana ia menerima uang jasa.
g.
Advokat harus menolak mengurus
perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h.
Advokat wajib memegang rahasia
jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan
wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan
klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan melepaskan
tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien
atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat
diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus kepentingan
bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan
kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k.
Hak retensi Advokat terhadap klien
diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.
Berdasarkan
beberapa uraian pasal diatas dengan menjelaskan bagaimana seharuanya seorang
advokad itu menjalani tugasnya yang telah di tentukan di Undang-undang dan juga
kode etik yang diatur dalam KEAI, yang seharusnya menjungjung tinggi demi
tegaknya hukum tetapi hal ini sebaliknya orang yang telah perpengalaman
bertahun-tahun di bidang advokad tetap melakukan pelanggaran kode etik seperti
yang telah dilakukan oleh Todung, Todung mewakili dua klien yang kepentingannya
klien-klien tersebut berbenturan atas kasus/ hal yang sama dan sebagai
imbalannya toduntg menerima imbalan honor uang advokat dan fasilitas kenikmatan
dari dua klien yang berbeda kepentingan dan berlawanan tersebut.
Jadi Todung telah melanggar Undang-undang No. 18 tahun 2008 pasal 6 yang telah
dijelaskan diatas dan Kode Etik Advokat Indonesia KEAI, yang telah sah dan
berlaku pada tanggal 23 Mei 2002, pada Pasal 3 huruf (b) KEAI :
Advokat
dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan
materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
Dan
khususnya pula pada Pasal 4 huruf (j) yang menyatakan,
"Advokat
yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan
diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di
kemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
Bersangkutan".
Inti
pokok pelanggaran KEAI yang pertama dan pelanggaran UU Advokat adalah karena
pada tahun 2002, ketika menjadi anggota Tim Bantuan Hukum KKSK sebagai Kuasa
Hukum Pemerintah R.I cq. Menteri Keuangan R.I cq BPPN setelah memeriksa
kepatuhan dan pelanggaran Keluarga Salim/Salim Group terhadap MSAA Master of
Settlement and Acquisition Agreement (Master Perjanjian Penyelesaian dan
Akuisisi) tanggal 21 September 1998 menyatakan bahwa Keluarga Salim/Salim Group
melanggar MSAA tanggal 21 September 1998 dan merugikan keuangan negara. Todung
menerima Honor Pengacara dari Negara RI. Akan tetapi ketika pada tahun 2006
Todung justru bertindak sebagai "Pembela Keluarga Salim & Salim Group
(Pihak yang diaudit) atas gugatan pelanggaran MSAA tanggal 21 September 1998,
dalam pembelaannya menyatakan bahwa "Keluarga Salim/Salim Group tidak
melanggar MSAA tanggal 21 September 1998 dan tidak merugikan keuangan negara".
Disini Todung mewakili dua pihak yang berbenturan kepentingan, "Pihak yang
menyuruh melakukan audit", yaitu Pemerintah R.I cq. Menteri Keuangan R.I
cq BPPN dan "Pihak yang diaudit" yaitu Keluarga Salim/Salim Group,
tentang hal yang sama;
Todung juga memberikan pernyataan dan bantuan hukum yang berbeda dan bertolak
belakang kepada Keluarga Salim/Salim Group seolah-olah tidak ada kerugian
negara, padahal hal itu sangat merugikan negara. Dari dasar-dasar undang-undang
diatas maka jelaslah sebuah pelanggaran yang telah dilakukan oleh Todung
sebagai salah seorang yang berprofesi advokad. Selain Todung Mulya Lubis disini
juga ada badan hukum yang dapat dikatakan melanggar ketentuan Undang-undang dan
juga KEAI, badan hukum beranama : LUBIS, SANTOSA & MAULANA LAW OFFICES yang
menerima honor advokat dan Konsultan hukum dari Pemerintah R.I cq. Menteri
Keuangan R.I cq BPPN dan dari Keluarga Salim/Salilm Group, dan oleh karena juga
Todung mulya lubis berada dibawah naungan organisasi lubis, santosa dan maulana
law offices.
C. Putusan atas pelanggaran Kode Etik profesi
Dalam
pelaksanaan kode etik advokat controling dan pengawasan dilakukan oleh lembaga
atau badan yang bernama dewan kehormatan advokad dengan cara dan sanksi atas
pelanggaran yang ditentukan sendiri. tidak satu pasalpun dalam kode etik
advokad yang memberi wewenang kepada badan lain selain dewan kehormatan untuk
menghukum pelanggaran atas pasal-pasal dalam kode etik advokad.
Dalam
KEAI Pasal 9 huruf (b) menerangkan :
Pengawasan
atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
Melihat dari kronoligis yang ada serta berdasarkan dasar-dasar hukum yang telah
dijelaskan diatas dengan mempertimbangkan pokok-pokok perkara yang ada maka
Majelis Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta memutuskan sebagai berikut :
1.
Menerima pengaduan para Pengadu
untuk sebagian;
2.
Menyatakan Todung terbukti melanggar
ketentuan Pasal 4 huruf (j) dan Pasal 3 huruf (b) Kode Etik Advokat Indonesia;
3.
Menghukum Todung dengan
pemberhentian tetap dari profesinya sebagai Advokat terhitung sejak putusan ini
berkekuatan hukum tetap;
4.
Menolak pengaduan Pengadu
selebihnya.
5.
Menghukum Todung untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp.3,500,000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah);
Putusan
ini telah dibacakan dan di tetapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk
umum pada hari ini Jumat tanggal 16 Mei 2008.
D.
Analisis dan komentar terhadap hukuman pelanggaran kode etik profesi
Majelis
Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia DKI Jakarta memberhentikan
secara tetap Todung Mulya Lubis sebagai advokat. Ia dinilai melakukan
pelanggaran berat, yaitu melanggar larangan konflik kepentingan dan lebih
mengedepankan materi dalam menjalankan profesi dibandingkan dengan penegakan
hukum, kebenaran, dan keadilan.
Menurut pendapat penulis putusan tersebut patut dijatuhkan kepada Todung mulya
lubis selaku sebagai advokad profesional dengan kata lain penulis setuju dengan
apa yang telah diputuskan oleh Majelis Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat
Indonesia DKI Jakarta, dengan alasan dalam Kode Etik Advokat Indonesia KEIA
sendiri telah disebutkan, pengacara merupakan profesi terhormat yang dalam
menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum. Mereka memiliki
kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat yang
berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan
keterbukaan.
Maka dari itu telah jelas Kode Etik menjadi hukum tertinggi pengacara dalam
menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban
kepada setiap mereka untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan
profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama
kepada dirinya sendiri.
Berhubungan dengan beban yang harus di emban oleh seorang profesi advokad,
kelakuan Todung sudah jelas telah melanggar UU advokad dan pada khususnya dalam
pasal 3 huruf (b) pasal 4 huru (j) yang telah dijelaskan diatas yang hal itu
sangat mencoreng nama baik profesi advokad yang harus menjungjung tinggi
kepentingan demi kepentingan bersama untuk jujur dan bertanggung jawab serta
juga seorang advokad yang sudah diberi kebebasan penuh berada dibawah
perlindugan hukum.
Meskipun terdapat sebuah pendapat Dari kalangan advokat muda, Irianto Subiakto
berpendapat hukuman terhadap Todung terlalu berlebihan. “Putusan majelis
kehormatan tidak nunjukin wisdom-nya,”. Menurut pemahaman Irianto, fungsi
majelis kehormatan selain menegakkan kode etik, juga memberi pelajaran advokat
yang bersangkutan agar tidak mengulangi kesalahan. Seharusnya, penghukuman
itu diberikan secara bertahap, bukan dengan sekali sidang langsung mengambil
putusan yang berat seperti yang telah dijelaskan pada pasal berikut :
Pasal 7 UU No. 18 2003
Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
a.
Teguran lisan;
b.
Teguran tertulis;
c.
Pemberhentian sementara dari
profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
d.
Pemberhentian tetap dari profesinya.
(2)
Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)
Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
Meskipun kita telah lihat dalam pasal diatas ada tingkatan sanksi terhadap
advokad yang telah melakukan pelanggaran mulai dari teguran lisan, teguran
tulisan, pemberhentian sementara, dan yang terakhir pemberhentian tetap dari
profesinya, Dewan Kehormatan Pusat (DKP) dalam menetapkan suatu tidak mungkin
lepas dari pertimbangan yang sangat hati-hati dan pula suatu hukuman berat atas
pelanggaran kode etik pasti didasarkan pada alasan-alasan yang kuat. Dewan
Kehormatan Pusat dalam mempertimbangkan hal ini karena yang bersangkutan
(Todung) pernah dihukum sebelumnya, Dalam putusan Putusan Dewan Kehormatan
Pusat IKADIN No. 01/VI/DKP/2004 tertanggal 14 Juni 2004 dengan hukuman
peringatan keras. Hal ini merupakan peringantan bagi Todung untuk memperbaiki
sikapnya untuk tidak mengulangi lagi. Karena sudah ada peringatan keras juga
maka hukuman ini sangat pantas dijatuhkan kepada Todung sekaligus hal ini
merupakan pelajaran bagi para advokad-advokad lainnya.
Putusan tetap putusan, tetapi demi tegakknya hukum dan keadilan berasama dalam
undang-undang juga memberi toleransi terhadap putusan yang telah ditetapkan
Menindak lanjuti pasal Pasal 7 UU No. 18 2003 yang ke (3) Sebelum Advokat
dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan diberikan
kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Dijelaskan lebih lanjug oleh pasal
Pasal 18 ayat (2) KEAI Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang
sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan
keputusan.
.
Oleh karena itulah Todung mengajukan banding terhadap putusan Dewan Kehormatan
Peradi yang menilainya telah melanggar kode etik profesi. Hal ini merupakan
langkah terakhir untuk bisa menentukan nasib Todung dan juga sebagai jalan
tengah adanya perselisihan antara pro dan kontra terhadap putusan yang
dijatuhkan kepada Todung. Tetapi menurut penulis meskipun Todung mengajukan
banding apabila memang telah jelas dan sudah pasti pelanggarang kode etik yang
elah dilakakuan Todung melanggar UU advokad dan KEAI maka banding tersebut
tidak dapat di terima atas dasar alasan yang telah penulis jelaskan diatas,
jadi pemberhentian sebagai profesi advokad terhadap Dr. Todung Mulya lubis, SH,LL.M
tetap harus di jalankan demi kepentingan hukum.
sumber:
Tidak Etis, karena itu milik pemerintah kalau kita
menggunakan itu utuk kepentingan pribadi maka tanpa tidak disadarin kita sudah
melakukan perbuatan yang kurang baik dimata masyarakat.